Beranda Pengetahuan 8 Penyakit Jiwa Aneh yang Masih Jarang Diketahui Orang

8 Penyakit Jiwa Aneh yang Masih Jarang Diketahui Orang

Gangguan jiwa aneh
Gangguan jiwa aneh

Kita pasti pernah mendengar tentang penyakit kejiwaan yang sudah umum di seluruh dunia, seperti depresi, skizofrenia, bipolar, dan lain-lain. Namun ada beberapa penyakit kejiwaan lain yang tergolong aneh dan memiliki gejala tidak biasa.

Beban pikiran, tekanan hidup, berbagai masalah sosial dan keluarga mungkin adalah faktor paling menonjol yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa. Selain itu, menarik rambut, makan rumput, obsesif mengoleksi buku, adalah tindakan yang tidak wajar bagi orang normal, tapi tindakan biasa untuk orang yang mengalami gangguan kejiwaan aneh tersebut.

Lebih lengkap, berikut beberapa gangguan kejiwaan aneh yang masih belum banyak diketahui orang.

1. Cotard Delusion

Cotard Delusion adalah kelainan langka dimana penderitanya merasa dia sudah meninggal, tidak ada lagi di dunia ini, atau seperti mayat hidup, tanpa darah dan organ dalam. Gangguan kejiwaan ini pertama kali diselidiki oleh ahli saraf Prancis Jules Cotard, yang menyebut penyakit ini sebagai “Delirium Exile”, atau “Delirium Denial”.

Jules biasa merawat pasien yang percaya bahwa dia telah dikutuk, menyangkal organ tubuhnya dan tidak mau makan sampai akhirnya meninggal dunia.

Tiga fase berbeda ditemukan pada penyakit ini, antara lain:

  • Evolusi: pasien sangat tertekan dan penuh perhatian.
  • Reseptivitas: Perkembangan sindrom penuh.
  • Kronis: Depresi dan delusi kronis berat.

Orang yang memiliki sindrom ini biasanya terisolasi dari orang lain dan mengabaikan kebersihan dan keselamatan dirinya. Dalam suatu periode, penderita bisa mengalami gambaran yang sangat buruk tentang dunia luar, sehingga tidak dapat merasakan kenyataan sama sekali.

Namun demikian, penyembuhan sindrom ini adalah dengan antipsikotik dan stabiliser mood yang dikombinasikan dengan sengatan listrik.

Delusi Cotard tergolong penyakit kejiwaan paling aneh atau sangat unik. Kebanyakan orang yang terinfeksi penyakit ini adalah “usia tua” dan “wanita”. Banyak orang yang terinfeksi penyakit ini bunuh diri untuk menyingkirkan khayalan buruk yang dialaminya. Beberapa orang yang memiliki sindrom ini berpikir bahwa mereka adalah zombie atau mayat hidup.

2. Sindrom Diogenes

Nama sindrom ini berasa dari nama seorang filsuf Yunani “Diogenes” yang berarti orang tersebut mengabaikan dirinya sendiri, di samping kecenderungan ekstremnya untuk mengisolasi diri, dan keinginan kuat untuk memiliki sesuatu (posesif). Mereka yang berusia tua lebih rentan oleh sindrom ini, dimana gejalanya seringkali disertai dengan gangguan fisik, neurologis, atau mental.

Oleh karena itu, filsuf Yunani Diogenes biasa tinggal di dalam tong anggur, dan membuat doktrin filosofis: Nihilisme. Selain itu, Diogenes dikenal dengan kisahnya yang terkenal bersama Alexander Agung, ketika suatu hari berada di bawah matahari, Alexander menemuinya dan bertanya kepadanya apakah dia memerlukan bantuan, jadi filsuf tersebut menjawab: “iya, saya ingin Anda pergi , Anda menutupi sinar matahari “, Meskipun malu, Alexander berkata:” Jika saya bukan Alexander, itu akan menyenangkan bagi Diogenes “.

3. Autophagia

Autophagy berasal dari kata Yunani: “autos” yang berarti “diri sendiri”, “phagein” berarti “makan”, istilah ini mengacu pada gangguan mental yang mendorong orang tersebut untuk makan atau menggigit bagian tubuhnya sendiri.

Memang, setiap manusia mempraktekkan autophagy ini, namun masih dalam dosis yang wajar, perilaku tersebut tidak melebihi hanya sekedar menggigit kuku. Jika tidak, pada kasus autophagy yang paling serius, pasien tidak bisa berhenti menggigit atau menggerogoti tubuhnya sendiri.

Psikiatri “Jean-Paul Mialet”, mantan kepala rumah sakit SaintAnne, dan direktur pendidikan universitas Paris V, menjelaskan mengapa menciderai diri sendiri bukanlah sinonim dari bunuh diri, dan hubungan antara rasa sakit fisik dan rasa sakit emosional:

“Saya ingat seorang pasien yang menjelaskan mutilasi dirinya dengan laserasi yang dalam, dia menceritakan salah satu pengalamannya dimana konteks generatornya adalah sebuah argumen mengerikan dengan ayahnya, yang telah membuatnya menderita secara mental. Nyatanya, rasa sakit mentalnya menggantikan rasa sakit fisik.”

Saat ini, faktor sindrom pemicu autophagy masih belum teridentifikasi. Bagi beberapa orang, masalah mental ini bisa muncul untuk mengimbangi kehilangan sensoris, bagi orang lain, perilaku ini terkait dengan impulsif, gangguan makan, kecemasan seksual yang meningkat, stres berlebihan, atau bahkan isolasi sosial.

Perawatan medis sindrom ini meliputi aspek penyebab psikologis dan luka yang berbeda untuk menghindari infeksi, dan memperbaiki pikiran negatif yang pada awalnya merupakan perilaku autofagik.

Selain itu, terapi perilaku adalah pendekatan psikologis yang berkontribusi dalam menggantikan tindakan autofagik dengan perilaku adaptif. Antidepresan dan antipsikotik juga diresepkan bila perilaku tersebut terkait dengan masalah kejiwaan seperti Obsesif Kompulsif Obsesif.

4. TrichotilloMania

Trichotillomania, kata itu mungkin terdengar lucu bagi beberapa orang, tapi hal ini sebenarnya memberi tanda kelainan yang sangat menyakitkan dan salah dipahami. Hal itu adalah perilaku berulang-ulang penarikan rambut, kadang-kadang sampai terjadi epilatasi (pencabutan rambut) seluruh area yang menyebabkan rambut rontok (alopecia) pada area kulit kepala, juga di daerah berbulu seperti bulu mata dan alis mata.

Pada anak-anak, hal itu memengaruhi lebih sering anak laki-laki, dan bermanifestasi dalam periode stres. Gangguan ini biasanya bersifat sementara dan hilang secara spontan.

Penyebab Trichotillomania tidak jelas. Namun beberapa faktor genetik bisa menjadi faktor sangat penting dalam perkembangan gangguan tersebut. Akibatnya, untuk mengatasi masalah ini, pasien harus belajar bagaimana hidup dengan trikotilomania, psikoterapi perilaku juga bisa menjadi solusi alternatif. Dalam beberapa kasus pasien juga membutuhkan obat psikotropika.

5. Androphobia

Salah satu penyakit kejiwaan yang paling aneh yang diderita mayoritas wanita, adalah ketakutan terhadap laki-laki. Seseorang yang menderita gangguan mental ini tidak dapat menghadapi situasi dimana ada pria di hadapannya. Oleh karena itu, setiap pasien yang memiliki fobia ini berbeda karena penyebabnya juga berbeda, namun ada gejala umum saat penderita terkena rasa takut akibat androphobia, seperti

  • Serangan kecemasan,
  • Mulut kering,
  • Berkeringat berlebihan,
  • Sesak napas dan banyak lagi …

Selain itu, fobia ini mungkin juga disebabkan oleh pengalaman traumatis di masa kanak-kanak, atau pengalaman buruk berkaitan kejahatan. Selain itu, fobia ini juga bisa disebabkan oleh sumber lain yang belum diketahui.

Demikian juga, jenis perawatan penyakit ini juga seperti perawatan fobia pada umumnya, pertama, pasien harus merasa nyaman dengan apa yang sedang dilakukan konselor, walaupun psikiater masih melakukan yang terbaik untuk mencari pengobatan untuk setiap kasus tertentu.

Selain itu, perawatan pemrograman neuro-linguistik juga telah menunjukkan hasil yang baik dan efektif, karena difungsikan untuk merancang dan memprogram ulang perilaku tersebut, NLP ini membantu pasien mengelola fobia mereka saat menghadapi situasi di mana pria hadir.

Hipnoterapi juga bisa digunakan, terapis menempatkan pasiennya dalam keadaan seperti trans, sehingga bisa memasuki alam bawah sadar pasien dan memerintahkannya untuk memprogram ulang sehingga fobia tersebut hilang.

6. Bibliomania

Karena kamu sedang membaca artikel ini, biasanya kamu juga seorang pecinta buku, dan bersemangat untuk belajar lebih banyak lagi. Tapi pernahkah kalian mendengar tentang bibliomania? Secara etimologis, “biblio” mengacu pada buku, “mania” berarti kegilaan.

Secara harfiah, bisa diartikan kegilaan terhadap buku, atau obsesi untuk memiliki banyak buku dan mengumpulkannya. Selanjutnya, gangguan mental obsesif ini ditandai dengan keinginan selalu adanya buku.

Bibliomania sangat terobsesi dengan pembelian kompulsif atau pengumpulan obsesif untuk sejumlah besar buku yang tidak perlu dibaca. Juga, perilaku bibliomania dapat dihasilkan dari mekanisme pertahanan neurotik yang berkaitan dengan trauma, pelecehan atau konflik oedipal.

Menghadapi konflik psikis, bibliomania memilih membeli dan mengumpulkan buku untuk menghilangkan atau mengurangi kegelisahan yang menimpanya.

Gejala penyakit ini adalah:

  • Mengoleksi buku dalam jumlah abnormal atau sangat banyak.
  • Keinginan yang tak tertahankan untuk memperoleh dan memiliki buku.
  • Rasa lega yang dihasilkan dengan mengoleksi buku-buku, meski sebenarnya tidak dibaca semua.
  • Kesulitan menyingkirkan buku dari kehidupannya terlepas dari nilainya, entah itu buku penting atau tidak penting.

Strategi terapeutik yang digunakan untuk merawat bibliomania terutama adalah farmakologis dan terapi psiko-terapi, seperti pengobatan Narkoba yang memungkinkan untuk mengurangi manifestasi gangguan ini namun tidak menyembuhkan pasien. Atau intervensi psiko-terapeutik melalui terapi perilaku kognitif yang bisa mengobati kognisi, pemikiran dan perilaku.

7. Boanthropy

Kelainan mental serius yang sangat aneh, dimana orang yang terinfeksi menganggap dirinya adalah seekor sapi atau banteng dan berperilaku layaknya mereka (hewan). Kelainan ini berawal dari mimpi sampai akhirnya menjadi kenyataan, sehingga ia makan rumput atau membuat suara seperti sapi. Dipercaya bahwa kasus semacam itu dapat distimulasi oleh hipnosis.

Kasus boanthropy yang paling terkenal terjadi pada Raja Nebukadnezar, dalam kitab Daniel, dikatakan bahwa raja telah berubah menjadi sapi, Pergi ke padang rumput untuk makan rumput.

Namun, biasanya penderita akan mulai dengan menjadi vegetarian, lalu ia mulai melenguh seperti sapi dengan tak terkendali, setelah bisa menikmati rasanya rumput. Jenis kelainan ini bisa menyebabkan halusinasi, atau menyebabkan seseorang percaya bahwa dia bukanlah manusia.

Selain itu, penyakit ini juga memengaruhi tubuh, pasien bisa sakit akibat makan rumput karena tubuhnya tidak diatur untuk mencerna hal itu. Sapi memiliki banyak perut dan memang sudah didesain untuk hal tersebut. Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini, jika seseorang merasa ia memiliki gejala awal gangguan ini, maka ia harus segera pergi ke terapis.

8. Erotomania

Diketahui pertama kalinya pada awal abad ke-20, Erotomania dianggap sebagai ilusi delusional seolah-olah orang lain sedang jatuh cinta padanya atau memiliki hubungan intim khusus. Dikatakan bahwa gangguan ini termasuk kronis karena bisa berkelanjutan sepanjang waktu.

Penyakit ini masih ada dan terus mengintai kehidupan para penderitanya. Dalam beberapa kasus, Erotomania dapat berakibat pada gangguan kejiwaan lain (skizofrenia, gangguan bipolar) atau penyakit jiwa tertentu lainnya.

Biasanya, Erotomania memiliki tiga tahap gejala awal:

Tahap harapan: Begitu cinta dari orang lain menjadi bukti yang tak ada putusnya, pasien lalu memulai sebuah pengabdian yang didorong oleh harapan gila. Tidak peduli siapa orangnya, erotomaniak tidak akan ragu untuk memberi energi sepenuhnya dan setiap tanda bisa menafsirkannya sebagai kebaikan yang tak pernah putus.

Fase mereda …  Lalu berubah dengan cepat ke fase dendam: sangat cepat, kekecewaan luar biasa meluap, dan obsesi berubah menjadi depresi. Harapan yang menggebu-gebu tersebut telah berubah menjadi kesedihan dan kekosongan mendalam. Selanjutnya berubah dengan cepat menjadi dendam.

Penyebab masalah ini belum secara pasti dipahami, kemungkinan bisa dipicu dari kelainan neurobiologis, atau genetik. Penyakit ini tidak boleh disalahartikan sebagai nimfomania, sebuah kelaianan berupa keinginan seksual yang berlebihan atau hiperseksual. Erotomania lebih terikat pada cinta yang penuh gairah, bukan melulu pada hubungan seks fisik.