Beranda Sejarah Biografi Cut Nyak Dien, Melawan ‘Kape’ di Tanah Rencong

Biografi Cut Nyak Dien, Melawan ‘Kape’ di Tanah Rencong

Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien
  • Lahir: Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848
  • Meninggal: Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908
  • Gelar: Pahlawan Kemerdekaan Nasional
  • Dasar penetapan: Keppres No. 106 Tahun 1964
  • Tanggal penetapan: 2 Mei 1964

Langit seperti memberi isyarat bahwa seorang wanita renta harus mengakhiri perjuangan panjangnya di rimba Aceh. Wanita itu harus menyarungkan rencongnya. Butiran uap air yang menggumpal mulai menghujani persembunyiannya di pedalaman rimba. Pang Laot [tangan kanan Nyak Dhien] melangkahkan kakinya dengan bimbang menuju pucuk bukit. Sepasukan Marsose bersenjata lengkap tampak menyemut di belakangnya menuju tempat persembunyian sang panglima wanita itu. Cut Nyak Dien memang masih melakukan serangan terakhir dengan rencongnya, tetapi gagal. Pejuang Aceh itu akhirnya tertangkap. Perjuangannya memang berakhir dramatis, dikhianati anak buahnya sendiri yang kasihan melihat keadaannya.

Walaupun demikian, tentara Belanda sendiri mengakui betapa Cut Nyak Dhien sosok pemimpin perang Aceh yang ditakuti.

Cut Nyak Dien dilahirkan di Lampadang, provinsi Aceh pada tahun 1850. Ia dilahirkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda. Situasi itu berpengaruh terhadap dirinya. Di usianya yang masih muda, ia dinikahi oleh Teuku Ibrahim Lamnga. Pada bulan Desember tahun 1875, Lampadang dijajah Belanda. Cut Nyak Dien mengungsi ke tempat lain, berpisah dengan suami dan ayahnya yang terus melanjutkan perjuangan. Ibrahim Lamnga tewas dalam pertempuran di Gle Tarum pada Juni 1878. Cut Nyak Dien juga berjanji bahwa ia hanya mau dinikahi oleh laki-laki yang bersedia membantunya menuntut balas kematian suaminya.

Pada 1880 ia menikah untuk kedua kalinya dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Teuku Umar adalah seorang pejuang Aceh yang akhirnya juga gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada 11 Pebruari 1899. Sesudah itu, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Ia termasuk salah seorang pejuang yang pantang tunduk dan tidak mau berdamai dengan Belanda.

Enam tahun lamanya Cut Nyak Dien bergerilya melawan orang-orang Belanda yang disebutnya kape [kafir]. Pasukan Belanda berusaha menangkapnya, tetapi tidak berhasil. Lama-kelamaan jumlah pasukan makin berkurang. Bahan Makanan sulit diperoleh. Di usianya yang semakinsenja, matanya mulai rabun dan terserang penyakit. Melihat kondisinya tersebut, anak buahnya merasa iba dan kasihan. Atas dasar kasihan itulah, Pang Laot, yang merupakan seorang panglima perang sekaligus kepercayaan Cut Nyak Dien, mencoba mengontak pihak Belanda. Tak berapa lama, pasukan Belanda tiba untuk menangkap dirinya.

Cut Nyak Dien lalu ditahan di Banda Aceh. Kemudian beliau diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat pengasingan inilah, Cut Nyak Dhien wafat dan juga dimakamkan di sana. Atas jasa- jasanya dalam perjuangan melawan kolonial Belanda, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 1964.