Beranda Pendidikan Cerita Rakyat Asal-usul Kota Tanjung Pinang di Kepulauan Riau

Cerita Rakyat Asal-usul Kota Tanjung Pinang di Kepulauan Riau

Kota Tanjung Pinang
Kota Tanjung Pinang

Di pantai Pulau Bintan terdapat sebuah bandar kecil yang bernarna Anjang Luku. Anjang Luku banyak ditumbuhi pohon pinang. Pohon-pohon pinang itu tumbuh berjejer-jejer di pinggir pantai dari Tanjung Buntung sampai ke muara Sungai Bintan. Dahulu bandar itu menjadi tempat persinggahan Laksemana Hang Tuah ketika berlayar dari Melaka ke Sungai Duyung Ulu Bintan, kampung halamannya.

Sementara itu, Sultan Ibrahim memanfaatkan bandar itu sebagai tempat berkumpulnya para saudagar dari berbagai suku bangsa. Saudagar-saudagar itu berkumpul untuk bermusyawarah. Oleh karena itu, pantai barat Pulau Bintan menjadi ramai. Beratus-ratus kapal yang besar dan kecil dan beraneka ragam sampan berlabuh di pantai itu.

Pada suatu hari Sultan Ibrahim dan para saudagar tengah sibuk bersidang di kemah-kemah yang sengaja didirikan di tepi pantai. Mereka sepakat untuk menguasai perdagangan di perairan Selat Melaka hingga Selat Riau. Selama ini perdagangan di Selat Melaka hingga Selat Riau dikuasai oleh para saudagar dari Jawa, Bugis, Minangkabau, dan Melayu. Pada zaman itu orang Eropa menggelari mereka “perompak Lanun’. Berminggu-minggu lamanya Sultan Ibrahim dan para sauda­gar bersidang. Oleh karena itu, bandar Anjang Luku menjadi terang benderang setiap malam.

Pada suatu hari ketika seorang nelayan Melayu melintas di tempat itu, ia bertanya kepada seorang penjaring Cina yang bertempat tinggal di Senggarang, yang berseberangan sungai dengan Anjang Luku, tentang cahaya yang terang benderang itu. Oleh penjaring Cina itu dikatakan bahwa cahaya itu adalah “Pi-pei nang” yang artinya api-api yang dinyalakan orang. Orang-orang ramai sekali bermukim di Anjang Luku. Sejak saat itu para nelayan Cina menyebut bandar kecil itu “Pi-pei nang”. Sementara itu, orang Melayu menyebut “Pian Pinang” yang berarti pantai pohon-pohon pinang. Karena bandar kecil itu terletak pada sebuah tanjung, bandar itu disebut Tanjung Pinang.

Latar Cerita Rakyat Asal-usul Kota Tanjung Pinang

Latar tempat cerita “Asal-Usul Kota Tanjung Pinang” adalah pelabuhan Anjang Luku di pantai barat Pulau Bintan. Tempat itu merupakan tempat persinggahan Laksamana Hang Tuah. Oleh Sultan Ibrahim tempat itu digunakan sebagai tempat untuk bermusyawarah dengan para saudagar. Oleh para nelayan Cina, tempat itu dinamakan Pi-pei Nang dan para nelayan Melayu menamakan tempat itu Pian Pinang yang kemudian berubah menjadi Tanjung Pinang.

Tanjung Pinang sebagai latar tempat cerita ini merupakan salah satu objek wisata bahari di Kepulauan Riau. Luas kotanya 239,50 km2 dan berpenduduk sebanyak 84.195 jiwa. Kota itu menjadi terkenal sejak meletusnya Perang Teluk Bintan pada tahun 1782-1784. Dalam perang itu pasukan meriam yang dipimpin oleh Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV berhasil meledakkan kapal komando “Malaka’s Welvaren” pada tanggal 6 Januari 1784. Oleh masyarakat Riau, tanggal 6 Januari dianggap sebagai hari kemenangan orang Riau.

Tanggal 6 Januari itu disepakati sebagai Hari Jadi Kota Tanjung Pinang. Pada tahun 1983 kota Tanjung Pinang menjadi Kota Adminis­tratif (Kotif) dan sesuai dengan ketetapan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kepulauan Riau tanggal 26 Desember 1987, Tanjung Pinang dijuluki Kota Bestari (singkatan dari bersih, semangat, tertib, aman, ramah tamah, serta indah). Bestari juga bermakna tinggal orang-orang cerdas, berpendidikan, dan berpandangan luas.