Kehilangan seseorang yang masih kita cintai, entah itu diputusin atau karena sesuatu hal lain memang sungguh sangat menyakitkan. Sekuat apapun kita berusaha, perasaan tetap tidak bisa dibohongi, rasa sakit akan terus menyeruak sampai kita benar-benar bisa mengikhlaskan dan hal ini biasanya butuh waktu yang cukup lama. Rasa sakit hati yang tidak kunjung teratasi, selain berdampak pada psikologis, juga bisa berakibat kurang baik bagi kesehatan fisik seseorang. Namun dalam keadaan tertentu,rasa sakit hati atau kecewa ternyata juga bisa memotivasi seseorang untuk menjadi lebih baik. Seperti kisah menarik yang dialami oleh seorang pria yang dulunya obesitas berikut ini.
Dialah Luis Trigo, pria yang kini genap berusia 30 tahun dari Atlanta, Amerika Serikat tersebut, dulunya adalah seorang pria obesitas dengan bobot mencapai 181 kilogram di usianya yang masih terbilang muda. Luis mengalami masalah kelebihan berat badan sejak usia kanak-kanak dan digolongkan sebagai obesitas saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Berat badannya terus semakin membengkak saat dia kuliah dan memiliki pekerjaan.
“Waktu itu aku kurang memerhatikan (kebutuhan) nutrisiku karena aku hanya terfokus untuk mengejar nilai terbaik di sekolah atau terlalu terfokus pada pekerjaan semata. Aku memakan apapun yang ada, tanpa benar-benar memerhatikan kesehatan. Tanpa disadari, ternyata bobotku waktu itu sudah mencapai 136 kilogram lebih”, kata Luis.
Kian hari berat badannya semakin tidak ideal dan justru bertambah memburuk. Dengan tinggi badan 174 cm, berat badannya sudah mencapai 159 kilogram di awal tahun 2011 dan dengan terpaksa ia harus keluar dari pekerjaannya untuk lebih fokus terhadap kesehatan tubuhnya.
“Aku bahkan sudah kesulitan untuk berdiri saat di tempat kerja, (ditambah lagi) pekerjaan yang harus dikerjakan semakin menumpuk. Saya merasa seolah-olah tidak mampu menanganinya lagi, dalam beberapa jam kaki terasa sangat sakit sekali, jalanku semakin lamban, dan aku sangat kelelahan”, Luis menceritakan pengalamannya.
Bagai disambar petir di siang bolong, di waktu yang sama tiba-tiba pacarnya memutuskan dirinya tanpa sebab. Luis mengalami depresi berat dan menyebabkan berat badannya bertambah lagi sekitar 23 kilogram hanya dalam waktu dua bulan. Luis mengakui bahwa tubuhnya selebar dua orang, dan dia harus membeli dua kursi pesawat terbang saat ingin pergi liburan. Dengan jantung yang berdebar-debar, dia berkonsultasi pada dokter dan didiagnosa mengalami pra-diabetes dan harus menjalani perawatan lebih intensif.
Dokter mengatakan kepadanya: “Jika Anda tidak berubah sekarang (juga), maka Anda akan mati. Umur anda baru 24 tahun tapi berat badan sudah mencapai 181 kilogram”.
Dari situ, ia kemudian bertekad untuk merubah gaya hidupnya. Dia memulainya dengan berhenti mengonsumsi makanan cepat saji dan yang mengandung banyak gula seperti minum-minuman bersoda dan jus buah yang mengandung gula tinggi, namun masih tetap makan roti dan pasta.
“Latihan pertamaku sangatlah sederhana. Pada dasarnya saya hanya berjalan naik turun bukit di dekat rumah karena hanya itu yang bisa saya lakukan. Untuk mencapai jarak satu mil saja saya sangat kesusahan. Saya hanya berjalan biasa saja dengan sangat lambat dan mantap”, kata Luis.
Dia bercerita bagaimana ia benar-benar merasa sangat kecewa dan sampai menangis saat menyadari betapa buruknya dia dan betapa tidak sehatnya dia. Setelah beberapa kali melakukan latihan, berat badannya mulai turun sekitar 7 kilogram. Namun kemudian naik kembali 2 kilogram karena sering mengulur-ulur waktu olahraganya. Mulai dari diet paleo sampai atkins sudah pernah ia coba.
Berkat kegigihannya yang luar biasa tersebut, Luis kini bertransformasi dari sosok pria yang menggelembung seperti balon menjadi seorang pria macho dengan tubuh yang kekar. Saat ini Luis bekerja sebagai seorang pelatih pribadi untuk membantu orang-orang yang mengalami obesitas agar mendaptkan bentuk tubuh idealnya.
Sumber: Mirror