Beranda Dunia Pabrik Ponsel China Bangkrut Setelah Bos Kalah Judi Rp2 Triliun

Pabrik Ponsel China Bangkrut Setelah Bos Kalah Judi Rp2 Triliun

Salah satu merek ponsel pintar asal China Gionee secara resmi mengajukan kebangkrutan perusahaannya. Pengadilan Menengah Rakyat Shenzhen telah menerima “permohonan likuidasi kebangkrutan” menurut situs web berita China Phoenix Network Financial News.

Pabrik ponsel smartphone China bangkrut
Pabrik ponsel di China bangkrut akibat kebiasaan judi bosnya

Perusahaan ini sudah memasuki “krisis utang” sejak Desember tahun lalu dan pada Agustus 2018, total utang sekitar “20,2 miliar yuan (sekitar Rp42 triliun) dan 648 kreditor”.

Pendiri dan CEO Gionee Liu Lirong mengklaim bahwa perusahaan “kehilangan sekitar CNY 100 juta ($ 14,4 juta) per bulan antara 2013 hingga 2015”. Namun, baru-baru ini, terungkap bahwa kebiasaan buruk Lirong yang suka berjudi telah berdampak buruk pada perusahaan miliknya.

Bos Gionee Lirong dilaporkan kehilangan lebih dari 10 miliar yuan ($ 1,4 miliar) saat berjudi baru-baru ini di sebuah kasino di Saipan. Namun, kemudian diakui bahwa bos Gionee tersebut telah kehilangan lebih dari satu miliar yuan (Sekitar Rp2 triliun) .

Sebelumnya dilaporkan bahwa perusahaan tersebut telah gagal membayar supplier dan mencari jalan lain atau kesepakatan kerja terpisah. “Hampir 20 pemasok mengajukan permohonan kebangkrutan dan reorganisasi Jinli ke Pengadilan Menengah Rakyat Shenzhen setelah penagihan utang beberapa bulan pada 20 November,” menurut situs web China Jiemian.

Yang menarik adalah, ketika kebiasaan judi Lirong menjadi berita utama, dia mengklaim bahwa ia melakukannya, tidak menggunakan uang Gionee langsung untuk berjudi tetapi mengaku telah “meminjam dana perusahaan.” Selain supplier, Gionee dilaporkan juga belum membayar biro iklan.

Awal tahun ini, ada laporan bahwa Gionee juga memiliki rencana untuk berinvestasi sekitar Rs 650 crore atau setara dengan Rp1,3 triliun pada tahun 2018 di India lantaran misinya untuk menjadi salah satu dari lima merek smartphone teratas di Negara tersebut. Namun tampaknya, Gionee harus memulainya kembali dari nol untuk membangkitkan kembali perusahaannya.

Pun demikian, Lirong mengaku tidak pupus harapan dan berharap bisa mengubah nasib perusahaan dalam lima tahun ke depan.