Beranda Lokal Pendapat NASA Soal Kebakaran Hutan di Kalimantan

Pendapat NASA Soal Kebakaran Hutan di Kalimantan

Kabut asap yang tebal masih terus menyelimuti sebagian wilayah Indonesia sampai saat ini, terutama Kalimantan, Sumatera dan sekitarnya. Lahan yang kering akibat musim kemarau panjang membuat  kebakaran hutan semakin mudah menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya. Kondisi ini tentu saja membuat kobaran api yang besar sulit dipadamkan.

Titik hotspot kebakaran yang diambil dari satelit Aqua milik Nasa

Sebuah gambar yang diambil dari Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS), yang terdapat pada satelit Aqua milik NASA menunjukkan sejumlah titik yang dilambangkan dengan warna merah masih menjadi hotspot atau kawasan yang suhunya relatif lebih tinggi dari kawasan sekitarnya.

Melalui situs resminya, NASA menjelaskan bahwa api yang membakar hutan di Kalimantan akan sulit dipadamkan. Hal ini dikarenakan wilayah terjadinya kebakaran memiliki tanah gambut. Meski api dipermukaan terlihat telah padam, api di wilayah tanah gambut biasanya masih menyala di bagian bawahnya. Bahkan api ini bisa terus menyala hingga berbulan – bulan.

Selain itu, masalah lain yang ditimbulkan oleh api yang membakar tanah gambut adalah api tersebut mengeluarkan polutan dalam jumlah yang cukup banyak. Berdasarkan faktor emisi yang dipergunakan oleh Guido van der Werf, seorang peneliti di universitas Vrije Universiteit Amsterdam, api gambut mengeluarkan karbon monoksida dengan jumlah yang sama dengan api yang membakar sabana, dan menghasilkan metane 10 kali lebih banyak.

Dalam hal ini, Van Der Werf memperkirakan, asap yang ditimbulkan akibat kebakaran di wilayah Indonesia tahun ini telah menghasilkan lebih dari 1 miliar ton karbon dioksida. Angka tersebut bahkan telah melebihi jumlah emisi rata – rata tahunan Jerman.