Beranda Wisata Pengalaman Mengunjungi ‘Pulau Surga’ di Papua

Pengalaman Mengunjungi ‘Pulau Surga’ di Papua

Danau Sentani di Papua Memukau Mata

Danau Sentani, Papua (Image: Flickr)

Pesawat yang kami tumpangi mendarat mulus di permukaan landasan bandar udara Frans Kaseipo, Biak. Pulau kecil ini terletak persis di belakang kepala “Burung” Pulau Irian. Lewat jendela pesawat, tampak beberapa petugas berseragam. Mereka rata-rata berkulit hitam dengan rambut keriting. Tiba-tiba, sejumput rasa senang menjalari dada. Buat saya, ini pemandangan menyenangkan yang saya temui selama perjalanan 7 1/2 jam yang dimulai semenjak tinggal landas jam 06.00 pagi dari Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Ketika pramugari dengan suaranya yang empuk mengumumkan bahwa para penumpang diijinkan untuk istirahat sejenak di bandara ini, saya segera memanfaatkannya. Teman saya, Anwar Qomarudin, juga memanfaatkan waktu untuk memotret pantai Biak yang tampak masih perawan. Beberapa penduduk setempat memperhatikan kami. Namun sesungguhnya, kebanyakan dari mereka acuh tak acuh.

Dari wajah-wajah mereka, atau tepatnya mata mereka, saya memperoleh kesan adanya kehampaan. Kesan serupa, atau bahkan lebih, kemudian saya dapati secara luas di Wamena, baik di sekitar bandara Wamena, pasar Nayak, maupun di sepanjang jalan menuju perkampungan sebuah suku yang dipimpin oleh Harolik. Wajah dua mata mereka kosong. Saya mungkin emosional, dan boleh jadi kesan itu keliru.

Pesawat lantas meninggalkan Biak menuju tujuan terakhir, Jayapura. Dari bandara tadi, naik sekitar 10-15 orang penumpang baru hingga kursi-kursi yang semula kosong menjadi terisi penuh. Dari dialog mereka, tampaknya mereka karyawan perusahaan swasta (sebagian besar penduduk Irian).

Memasuki wilayah udara pulau “Burung”, tampak panorama yang mempesona. Gunung-gunung, lembah, dan dataran luas membentang dalam tata warna hijau. Makin dekat bandara Sentani, Jayapura, gunung dan lembah itu tampak bagai tertutup selimut permadani hijau muda. Ini berbeda sekali dengan kehijauan yang terdapat di Kalimantan atau di Sulawesi yang menurut saya, monoton.

Di sini (Irian), gunung dan lembah itu tertata dalam bentu k yang aneh dan menampilkan citra yang demikian artistik. Lebih-lebih ketika melintas di atas Danau Sentani yang petang itu permukaannya memantulkan cahaya perak. Di pinggiran danau ini berjajar bukit – bukit hijau dalam bentuk yang bervariasi hingga menampilkan lekuk-lekuk yang dekoratif. Pemandangan yang begitu indah bak surga dunia berada di tanah Papua.