Beranda Pengetahuan WHO Hapus Transgender dari Daftar Penyakit Gangguan Mental

WHO Hapus Transgender dari Daftar Penyakit Gangguan Mental

Logo transgender
Logo transgender / Foto: WIkipedia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menghapus transgenderisme dari daftar gangguan mental. Langkah ini disambut positif oleh para aktivis yang memperjuangkan hal itu.

Menurut kantor berita internasional AFP, meski transgenderisme telah dihapus dari daftar gangguan mental, tetapi tetap terdaftar dalam bab tentang “kondisi yang berkaitan dengan kesehatan seksual”.

WHO memperkenalkan perubahan tersebut dalam revisi ke-11 dari Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) selama sesi Majelis Kesehatan Dunia baru-baru ini di Jenewa pada 25 Mei.

Majelis Kesehatan Dunia, badan pemerintahan WHO yang mewakili 194 negara anggota itu, telah menyetujui untuk mengadopsi revisi yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022.

Aktivis transgender Malaysia Nisha Ayub mengatakan reklasifikasi adalah langkah positif karena dengan begitu mereka yang transgender tidak lagi dicap memiliki masalah mental terkait dengan identitas dan juga akan mengurangi stigma terhadapnya.

Namun, Nisha mencatat bahwa tidak pantas bagi WHO untuk mengklasifikasikan transgenderisme sebagai masalah seksual.

“Mereka harus memahami bahwa menjadi orang transgender – terutama orang transeksual – bukan tentang seksualitas tetapi tentang identitas kita sendiri.

“Mereka perlu melihat kembali dimana mereka harus menempatkan kita dalam perspektif medis karena ini bukan hanya tentang kesehatan seksual,” katanya kepada The Star, Selasa (28 Mei).

Bahkan dengan reklasifikasi WHO, Nisha mengatakan dia tidak yakin apakah situasinya akan berbeda bagi orang-orang transgender di Malaysia.

Dia mengatakan ini karena setiap penelitian atau pernyataan oleh lembaga internasional apa pun yang telah keluar akan sering dianggap sebagai bagian dari budaya Malaysia dan karenanya tidak akan diwajibkan untuk menerapkannya.

Pendiri Transmen dari Malaysia, Dorian Wilde, juga menyambut keputusan WHO, dengan menyarankan agar pemerintah memasukkan layanan kesehatan inklusif sebagai komponen utama dari layanan kesehatan masyarakat sehingga transisi medis dapat diakses dan dilakukan dengan aman.

Wilde juga mendesak pemerintah untuk mengambil keputusan WHO dengan serius dan bergerak untuk “mencabut undang-undang sipil dan syariah yang menargetkan orang-orang transgender dan gender yang tidak patuh”.

Sementara itu, Presiden Asosiasi Kesehatan Mental Malaysia (MMHA) Datuk Dr Andrew Mohanraj mengatakan reklasifikasi WHO adalah untuk membantu mengakhiri diskriminasi dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang komunitas transgender.

“MMHA mendukung setiap langkah yang bertujuan untuk menghapus diskriminasi dan mempromosikan masyarakat inklusif yang mengakui fakta bahwa hambatan sosial dan pengakuan hukum mungkin jauh berbeda.

“Orang-orang transgender, seperti semua orang yang rentan, mungkin memiliki tekanan psikologis sebagai akibat dari bagaimana masyarakat memandang dan memperlakukan mereka tetapi tidak perlu disimpulkan bahwa menjadi transgender adalah penyakit.

“Setiap orang harus dibiarkan menjalani kehidupan yang bermartabat termasuk mereka yang memiliki ketidaksesuaian seksual,” katanya.