Beranda Dunia Stupa Es, Cara Unik Penduduk Himalaya Atasi Krisis Air

Stupa Es, Cara Unik Penduduk Himalaya Atasi Krisis Air

Pegunungan es raksasa
Stupa es raksasa (Photo credit: Sonam Wangchuk)

Terletak di dataran tinggi Himalaya, di sebuah desa terpencil dekat Biara Phyang di Ladakh, berdiri dua buah menara es raksasa berbentuk kerucut. Menara es ini dibangun pada saat musim dingin dengan mengalirkan air gletser melalui pipa yang menjukang tinggi di pegunungan. Nantinya air ini akan membeku di saat malam musim dingin.

Sepanjang musim semi, matahari perlahan-lahan melelehkan kerucut yang akan menyediakan pasokan air tetap bagi penduduk desa untuk mengairi ladang gandum, apel, dan tanaman lainnya. Kerucut es ini disebut es stupa, karena bentuknya yang unik menyerupai kuil Buddha yang mirip gundukan batu. Jika semuanya berjalan seperti yang direncanakan, akan ada lima puluh lebih dari stupa es tersebar di Ladakh, yang akan menyediakan  puluhan juta liter air untuk mengairi tanaman milik para petani.

Wilayah Ladakh di negara bagian Jammu dan Kashmir di India adalah padang pasir yang dingin. Terletak di sisi bawah angin pegunungan Himalaya, awan monsoon bertolak masuk menuju iklim kering dan tanpa hujan. Sumber utama air di sini adalah hujan salju musim dingin di pegunungan.

Setiap musim dingin, rak-rak besar es terbentuk di dataran tinggi dan akan mencair selama musim semi, mengalir ke bawah melawati rumah-rumah penduduk. Tetapi selama dua bulan krusial yaitu bulan April dan Mei, ketika petani menanam tanaman baru, sungai biasanya akan mengering. Pada pertengahan Juni, ketika suhu meningkat tajam, pencairan cepat salju dan gletser di pegunungan menyebabkan kelebihan air dan bahkan banjir rob dadakan. Pada musim gugur, semua kegiatan pertanian terhenti, namun aliran kecil air terus mengalir sepanjang musim dingin dan langsung masuk ke sungai Indus tanpa dimanfaatkan oleh siapapun.

Stupa es
Photo credit: Sonam Wangchuk

Pada tahun 2014, seorang insinyur Ladakhi, inovator dan reformis pendidikan Sonam Wangchuk, menemukan solusi untuk masalah ini – mengumpulkan air musim dingin yang terbuang dari sungai dan menyimpannya di gunung es raksasa yang mencair di musim semi dan bisa memberi manfaat tatkala air benar-benar sangat dibutuhkan.

Ide itu tergambar di benaknya tatkala pada suatu pagi di bulan Mei ketika Wangchuk melihat es di bawah jembatan, yang membuatnya menyadari bahwa ternyata adalah sinar matahari langsung yang mencairkan es di tanah dan bukan suhu sekitar.

Solusi Wangchuk sangat sederhana dan elegan yang tidak memerlukan pompa atau tenaga untuk bekerja. Sebuah pipa bawah tanah membawa air dari ketinggian pegunungan, biasanya 60 meter atau lebih, ke ketinggian lebih rendah di mana air mampu menyemprotkan alirannya ke udara di musim dingin. Air ini akan langsung membeku oleh tekanan gravitasi dan suhu sekitar. Perlahan air ini akan membentuk kerucut es besar sekitar 30 hingga 50 meter. Bentuk kerucut juga memiliki keuntungan tersendiri karena memiliki luas permukaan yang rendah dibandingkan dengan volumenya, memaparkan sangat sedikit es ke sinar matahari langsung, dan dengan demikian menunda pencairannya.

Salah satu purwarupa pertama yang dibangun Wangchuk adalah 20 kaki tingginya dan berisi 150.000 liter air. Hal ini berlangsung sepanjang musim semi dan ke pertengahan Mei bahkan ketika suhu di atas 20 ° C. Stupa lain yang jauh lebih besar yang dibangun di dekat hutan mampu bertahan hingga Juli.

Dua stupa es Wangchuck yang dibangun di dekat Biara Phyang tingginya sekitar 80 kaki dan berisi cukup air untuk mengairi 10 hektar lahan sepanjang bulan-bulan kering. Itu sepenuhnya proyek crowdfunded (sumbangan warga desa). Untuk memaksimalkan karyanya, Wangchuck juga menerima bantuan keuangan dari raksasa perusahaan jam tangan Rolex Swiss. Uang itu, katanya, akan digunakan untuk membangun lebih banyak menara es di sana.