Beranda Lainnya Hanya Orang ‘Bertangan Dingin’ yang Mampu Jadi Petani Sukses

Hanya Orang ‘Bertangan Dingin’ yang Mampu Jadi Petani Sukses

Petani bawang sukses
Petani bawang sedang memupuk tanamannya

Seperti yang kita tahu, mayoritas penduduk di Indonesia bekerja sebagai seorang petani. Ironisnya, ketersediaan pangan seringkali masih mengalami kekurangan sehingga mengharuskan pemerintah mengimpor produk-produk pertanian dari luar. Tentu semestinya hal ini menjadi prioritas kita bersama untuk mencari solusi sekaligus mengatasi faktor dominan apa yang menyebabkan permasalahan umum tersebut.

Meskipun sering dipandang sebelah mata, petani sesungguhnya adalah pahlawan negara, produk pertanian adalah hal pokok yang pertama kali dibutuhkan oleh masyarakat. Kita akan kelaparan jika kekurangan hasil pertanian. Meskipun bisa impor dari luar negeri, tentu harga yang bisa kita beli akan bertambah berpuluh-puluh kali lipat karena bukan hasil produk sendiri seperti yang terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduk bukan petani, dimana harga seporsi makanan bisa seharga lima gram di sini.

 Orang yang pandai bertanam sering disebut memiliki “tangan dingin”. Istilah “dingin” di sini memiliki arti yang berbeda dengan “dingin” pada konteks hubungan antar manusia, seperti “sikapnya dingin”. “Bertangan dingin” dalam dunia pertanian berarti pandai memelihara tanaman sehingga tumbuh subur.

Memelihara tanaman perlu ketenangan, kesabaran, tidak grasah-grusuh. Tanaman tidak bisa pagi ditanam dan sore sudah bisa dipanen. Oleh karena itu ada orang yang mengatakan tidak sabar dan lebih memilih berdagang dari pada bercocok tanam, pagi kulakkan siang sudah pulang bawa uang, sore tinggal jalan-jalan.

Tanaman tidak bisa diperlakukan dan dikelola dengan cara dagang. Saat manusia melakukan pendekatan dagang pada industri pertanian dan makanan sesungguhnya tanaman dan produk makanan yang dikonsumsi manusia telah kehilangan rohnya, daya hidupnya telah hilang, dan sering disebut sebagai fake food (makanan buatan) sebab roh yang ada pada kegiatan itu adalah uang instan dan bukan “proses tumbuh” sebagai representasi daya hidup.

Dampak dari industri makanan palsu itu adalah hilangnya proses tumbuh yang menjadi roh tanaman atau daya hidup yang membuat tanaman tumbuh sehingga saat makanan itu dikonsumsi manusia, telah hilang juga daya hidupnya, tidak memiliki manfaat seperti peremajaan sel-sel tubuh dan mengakibatkan banyak kelainan terhadap tubuh manusia dan timbullah berbagai penyakit. Daya hidup atau roh kehidupan itu telah mati.

Industri pertanian yang dijalankan atas dasar mencari uang sebesar-besarnya dan dengan cara instan menyimpang dari pola dan desain penciptaan keindahan dalam keseimbangan dan kelestarian alam.

Untuk mengembalikan ke pola tatanan asli dari kehidupan manusia perlu kembali ke pertanian organik yang berarti menghargai alam dan lingkungan dan memberinya waktu untuk tumbuh bersama dalam keseimbangan. Ini artinya tidak akan ada yang kelebihan dan tidak ada yang kekurangan sebab semua ada dalam keseimbangan.

Pertanian organik melibatkan berbagai komponen alam mulai dari tanaman itu sendiri, tanah, air, mikroorganisme dan makhluk-makhluk lainnya. Diperlukan jiwa yang tenang dan damai untuk dapat saling menghargai antar makhluk untuk tumbuh bersama dan itulah desain asli penciptaan kehidupan.

Itulah mengapa para praktisi pertanian organik seperti para leluhur kita semakin jauh memahami rahasia kehidupan, suatu rahasia yang hanya dapat dipahami melalui praktik dan pengalaman. Kelimpahan yang membahagiakan itu hanya bisa didapatkan melalui hidup selaras menyatu dengan alam, sesuatu yang tidak dapat dibeli dengan uang.

Tulisan asli oleh Bapak Sony H. Waluyo