Beranda Sejarah Biografi Drs. Mohammad Hatta, Sang Pahlawan Proklamator Indonesia

Biografi Drs. Mohammad Hatta, Sang Pahlawan Proklamator Indonesia

Biografi Bung Hatta
Bung Hatta bersama Soekarno

Pemerintah kolonial Belanda mungkin menyesal memberi izin Hatta ke Belanda. Ia begitu kalem, santun, dan murah senyum. Awalnya ia dikirim hanya untuk belajar ekonomi di sekolah dagang Nederland Handelshogeschool Rotterdam. Akan tetapi, ia kemudian mulai radikal saat masuk dan bahkan memimpin Indonesische Vereeniging. Puncaknya saat ia mengucap pledoinya yang berani bertajuk Indonesia Merdeka, “Cepat atau lambat setiap rakyat yang ditindas akan merebut kembali kebebasannya, itulah hukum besi sejarah dunia”. Pria santun ini berubah jadi radikal saat memperjuangkan kemerdekaan kaum pribumi Hindia [Indonesia].

Mohammad Hatta lahir dengan nama kecil Mohammad Chattar yang kemudian dipanggil dengan nama kesayangan Khatta,lama-kelamaan nama itu berubah jadi Hatta. Jadilah ia bernama Mohammad Hatta. Ayahnya, Mohammad Djamil, merupakan anggota keluarga ulama terkemuka di Minangkabau yang meninggal saat Hatta berusia delapan bulan. Ibunya, Siti Saleha, datang dari keluarga pedagang yang terpandang. Hatta seorang yang tekun belajar. Beliau mengikuti pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock kemudian melanjutkan sekolahnya ke Europeesche Lagere School [ELS] di Padang pada tahun 1913 hingga 1916. Saat berusia 13 tahun, Hatta sebenarnya sudah lulus ujian masuk HBS di Batavia, akan tetapi sang ibu ingin agar ia tetap tinggal di Padang dahulu, lantaran usianya yang masih terlalu muda. Akhirnya ia melanjutkan sekolahnya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs [MULO] di Padang. Lalu baru pada tahun 1919, ia pergi ke Batavia guna melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Dagang “Prins Hendrik”. Ia menyelesaikan sekolahnya dengan hasil sangat memusakan pada tahun 1921. Di tahun itu juga, Hatta segera berlayar ke Rotterdam untuk melanjutkan studi ekonomi dan meraih gelar Doktorandus pada 1932.

Dalam bidang pergerakan, semenjak di Padang, Hatta telah bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. Sejak di Batavia, ia telah menulis artikel yang kritis. Saat di Belanda, ia segera bergabung dengan Perhimpunan Indonesia, masih menulis kritis di koran Suara Hindia, hingga berurusan dengan pengadilan di Belanda pada 1927. Selepas enam bulan ditahan, dalam sebuah sidang di Den Haag, ia mengucapkan pidato yang terkenal, Indonesia Vrij, Indonesia Merdeka. Ia menuntut Belanda membebaskan Hindia Belanda [Indonesia] dari kolonialisme negeri Belanda. Pada 1932, ia kembali ke tanah air dan segera menjadi pemimpin PNI baru pada 1933 hingga 1934. Tidak lama kemudian, Hatta dibuang ke Boven Digul pada 1935 hingga 1936, lalu dipindah ke Bandanaera hingga 1942. Terhitung 6 tahun lebih Hatta berada di pengasingan luar Jawa

Semenjak kedatangan bala fasis Jepang, Hatta telah bebas dan segera menjadi orang penting karena dilibatkan dalam Putera sebagai salah satu pimpinan, ia juga menjadi bagian penting dari BPUPKI hingga PPKI. Dalam situasi genting detik-detik proklamasi, ia ikut diculik pemuda di Rengasdengklok. Lalu ikut menandatangani dan mendampingi Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tanpa Hatta, Proklamasi tidak akan lengkap. Ia lalu diangkat menjadi wakil presiden pertama Indonesia.

Hatta kemudian menjadi ketua delegasi RI ke KMB di Belanda tahun 1949 dan menerima penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Ratu Juliana. Ia kemudian menjadi perdana menteri merangkap menteri luar negeri saat Indonesia berbentuk RIS pada 1950. Sejak Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, ia sekali lagi terpilih menjadi wakil presiden dan menjadi dwitunggal dengan Soekarno. Enam tahun kemudian, ia memilih mengundurkan diri sebagai wakil presiden RI. Mohammad Hatta masih dianggap sebagai bapak bangsa meski tidak lagi menjabat jabatan publik hingga ia meninggal dunia di Jakarta dalam usia 77 tahun dan dimakamkan di Tanah Kusir. Atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dan juga memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pemerintah memberikan dua gelar dalam waktu terpisah. Pertama, gelar Pahlawan Proklamator yang diberikan oleh presiden Soeharto pada 1986. Kedua, gelar Pahlawan Nasional yang diberikan oleh presiden SBY pada 2012.